Rabu, 26 Oktober 2011

[Part 2] Perbedaan & Persamaan Risalah Nabi, Oleh: Devie, Siti Aminah dan Diana XI IPA 2

Disusun oleh:

  • Devie Aprilianty
  • Siti Aminah
  • Diana



PERBEDAAN DAN PERSAMAAN RISALAH NABI MUHAMAD SAW DENGAN NABI LAIN




Muhammad bin ‘Abdullāh (Arab: محمد بن عبد الله; Transliterasi: Muḥammad;[1] dieja [mʊħɑmmæd] ( dengarkan); [2][3][4] (ca. 570/571 Mekkah[مَكَةَ ]/[ مَكَهْ ] – 8 Juni, 632 Medina),[5] adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), ia lahir diperkirakan sekitar 20 April 570/ 571, di Mekkah (”Makkah”) dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.[6]Etimologi
“Muhammad” dalam bahasa Arab berarti “dia yang terpuji”. Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Selain itu di dalam Al-Qur’an, Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama “Ahmad” (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.
Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari para kaum Quraisy yaitu Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya” dan As-Saadiq yang artinya “yang benar”. Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya”; sering disingkat “S.A.W” atau “SAW”) setelah namanya.
Kemudian Muhammad mendapatkan julukan Abu al-Qasim[7] yang berarti “bapak Qasim”, karena Muhammad pernah memiliki anak lelaki yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
[sunting] Genealogi
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Silsilah keluarga Muhammad

Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[8] Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.[9] Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).
[sunting] Riwayat
[sunting] Kelahiran
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Maulud Nabi Muhammad

Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah[10], meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.[9]
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana.[8] Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Lebanon, dan Palestina).
Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal (2 Agustus 570 M).[9]
[sunting] Berkenalan dengan Khadijah

Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
[sunting] Memperoleh gelar

Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya”.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti “yang benar”.
[sunting] Kerasulan
Eskatologi Islam
Tokoh
• Muhammad (محمد)
• Khawārij (خوارج)
• Imam Mahdī (محمد المهدي)
• Isa (عيسى)
• Dajjāl (الدّجّال)
• Yā’jūj dan Mā’jūj (يأجوج ومأجوج)
• Dzu as-Suwayqatayn (ذوالسويقتين)
Makhluk gaib
• Al-Arham (ال ارحم)
• Qarīn (قرين)
• Dābbat al-Ard (دابة الأرض‎)
• Malak al-Mawt (ملكالموت)
• Hamalat al-‘Arsy (حملات العرش)
• Kirâman Kâtibîn (كراماً كاتبين)
• Mu’aqqibat (معقبت)
• Munkar dan Nakīr (منكر و نكير)
• Isrāfīl (إسرافيل)
• Mâlik (ملك)
• Zabāniyah (زبانيه)
Lokasi
• Ka’bah (الكعبة)
• Âkhirat (الآخرة)
• Barzakh (برزخ)
• Mahsyar (محشر)
• Shirāth (الصراط)
• Firdaws (فردوس)
• Jahannam (جهنم)
• Jannah (جنّة)
• ‘Arasy (عَرْش)
Peristiwa
• Bulan terbelah (انشقاق القمر)
• Yawm al-Qiyāmah (يوم القيامة‎)

Portal Islam
l • b • s
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Eskatologi Islam
Gua Hira tempat pertama kali Muhammad memperoleh wahyu.

Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
“ Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5) ”

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.
[sunting] Mendapatkan pengikut
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: As-Sabiqun al-Awwalun

Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.
Kronologi Kehidupan Muhammad
Tanggal dan lokasi penting dalam hidup Muhammad
569 Meninggalnya ayah, Abdullah
570 Tanggal lahir (perkiraan), 20 April: Makkah
570 Tahun Gajah, gagalnya Abrahah menyerang Mekkah
576 Meninggalnya ibu, Aminah
578 Meninggalnya kakek, Abdul Muthalib
583 Melakukan perjalanan dagang ke Suriah
595 Bertemu dan menikah dengan Khadijah
610 Wahyu pertama turun dan menjadi Nabi sekaligus Rasul, kemudian mendapatkan sedikit pengikut: As-Sabiqun al-Awwalun
613 Menyebarkan Islam kepada umum: Makkah
614 Mendapatkan banyak pengikut:
615 Hijrah pertama ke Habsyah
616 Awal dari pemboikotan Quraish terhadap Bani Hasyim
619 Akhir dari pemboikotan Quraish terhadap Bani Hasyim
619 Tahun kesedihan: Khadijah dan Abu Thalib meninggal
620 Dihibur oleh Allah melalui Malaikat Jibril dengan cara Isra’ dan Mi’raj sekaligus menerima perintah salat 5 waktu
621 Bai’at ‘Aqabah pertama
622 Bai’at ‘Aqabah kedua
622 Hijrah ke Madinah
624 Pertempuran Badar
624 Pengusiran Bani Qaynuqa
625 Pertempuran Uhud
625 Pengusiran Bani Nadir
625 Pertempuran Zaturriqa`
626 Penyerangan ke Dumat al-Jandal: Suriah
627 Pertempuran Khandak
627 Penghancuran Bani Quraizhah
628 Perjanjian Hudaibiyyah
628 Melakukan umrah ke Ka’bah
628 Pertempuran Khaybar
629 Melakukan ibadah haji
629 Pertempuran Mu’tah
630 Pembukaan Kota Makkah
630 Pertempuran Hunain
630 Pertempuran Autas
630 Pendudukan Thaif
631 Menguasai sebagian besar Jazirah Arab
632 Pertempuran Tabuk
632 Haji Wada’
632 Meninggal (8 Juni): Madinah
[sunting] Hijrah ke Madinah

Di Mekkah terdapat Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.
Berkas:Masjid Nabawi. Medina, Saudi Arabia.jpg
Masjid Nabawi, berlokasi di Medinah, Arab Saudi.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.
[sunting] Penaklukan Mekkah
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembebasan Mekkah

Pada tahun ke-8 setelah hijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.
[sunting] Mukjizat
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mukjizat Muhammad

Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya seorang nabi, seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah dikisahkan dalam beberapan kitab suci ajaran samawi, kemudian dikisahkan pula terjadi pertanda pada masa di dalam kandungan, masa kecil dan remaja. Kemudian Muhammad diyakini diberikan mukjizat selama kenabiannya.
Dalam syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an, karena pada masa itu bangsa Arab memiliki kebudayaan sastra yang cukup tinggi dan Muhammad sendiri adalah orang yang buta huruf, yang diyakini oleh umat muslim mustahil dikarang olehnya. Selain itu, Muhammad juga diyakini pula oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj dalam waktu tidak sampai satu hari. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.Pernikahan
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pernikahan Muhammad

Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat.[27] Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[28][29] sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan di antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).[30]
Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44)[31][32] seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.
Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah[33].

[Part 1] Tugas Para Nabi dan Rasul Oleh: Devie, Siti Aminah, Diana Kelas XI IPA 2

KELAS : XI IPA 2

DISUSUN OLEH:

  1. Devie Aprilianty [101110156]
  2. Siti Aminah [101110179]
  3. Diana Lestari




TUGAS PARA NABI DAN RASUL

Mengenal para Rasul yang diutus kepada umat manusia merupakan perkara penting dan sangat dibutuhkan kaum muslimin, baik berkenaan dengan iman, tugas, kekhususan dan kehidupan mereka agar dapat dijadikan suri teladan bagi manusia.
Apalagi dimasa kini dan khususnya kaum muslimin yang sudah jauh dari kenabian dan ajarannya. Sehingga sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengajak saudaranya mengenal kembali permasalahan ini sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Tugas Para Rasul
Para rasul memiliki tugas yang banyak, diantaranya:
1. Tugas agung mereka mengajak manusia beribadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya[1]. Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah merupakan dasar dan jalan dakwah para rasul seluruhnya. Hal ini dikabarkan Allah Ta’ala dalam firmanNya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu‘ “ (QS. An Nahl:36)
Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul yaitu mengajak kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan menjauhi segal sesembahan selainNya.[2]
Hal inipun disampaikan dalam firmanNya:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’”. (QS. Al Anbiya: 25)
Hal ini dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah jelaskan dalam firmanNya:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Demikian juga tauhid merupakan asas fitroh manusia yang diperintahkan untuk ditegakkan dalam firmanNya:
} فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَتَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Ar Rum: 30-31)
para rasul mengajak umatnya untuk mewujudkan tauhid dalam diri-diri mereka dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk merealisikan dakwahnya tersebut. Cukuplah kisah nabi Nuh dalam surat Nuh sebagai contoh kegigihan mereka dalam mendakwahkan tauhid pada kaumnya.
2. Menyampaikan syari’at Allah kepada manusia dan menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir“. (QS. Al Ma’idah:67).
Demikian juga firmanNya:
بِالبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan” (QS. An Nahl: 44)
3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan mengabarkan mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelaku kebaikan dan memperingatkan mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan orang-orang yang durhaka, sebagaimana firman Allah:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana“ (QS. An Nisa: 165)
4. Memperbaiki manusia dengan teladan dan contoh yang baik dalam perkataan dan perbuatan, sebagaimana firman Allah :
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah:”Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (al-Qur’an)”. al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat“ (QS. Al An’am:90)
Juga ditegaskan dalam firmanNya:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS.Al Ahzab:21)
5. Menegakkan dan menerapkan syari’at Allah diantara hamba-hambaNya, firman Allah Ta’ala:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik“ (QS. Al Ma’idah:49)
6. Menjadi saksi sampainya penjelasan syariat kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka darimereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammmad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl:89)
dan firmanNya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu“ (QS. Al Baqarah:143)
Imam Abul Qasim Al Ashbahani menyatakan dalam muqaddimah kitab beliau: “Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan tanda-tanda kebenaran lalu menjlaskannya dan telah memunculkan manhaj agama ini lalu menerangkannya. Dialah yang telah menurunkan Al Qur’an lalu seluruh hujjah ada padanya dan mengutus Muhammad sebagai Rasul, sehingga memutus seluruh alasan (untuk berpaling). Kemudian Rasulullah telah berda’wah, bersungguh-sungguh dan berjihad serta menjelaskan jalan kebenaran kepada umat ini. Beliau juga menyampaikan syariat kepada mereka syari’at agar mereka tidak menyatakan: ‘Belum datang kepada kami pemberi kabar gembira (Basyir) dan pemberi peringatan (Nadzir)’.[3]
Demikianlah beberapa tugas penting para Nabi dan Rasul.
Kekhususan Para Nabi dan Rasul[4]
Allah Ta’ala telah memilih diantara para hambaNya sebagai Nabi dan Rasul dengan memberikan beberapa kekhususan yang tidak dimiliki hamba-hambaNya yang lain. Diantara kekhususan para Nabi dan Rasul tersebut adalah:
1. Wahyu
Allah Ta’ala telah mengkhususkan mereka dengan wahyu, sehingga mereka menjadi perantara Allah dengan hamba-hambaNya. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa‘ “. (QS. Al Kahfi: 110)
Demikianlah, diantara Nabi dan Rasul ada yang langsung berbicara dengan Allah dan ada pula yang melalui perantara malaikat Jibril ‘Alaihissalam, sehingga mereka dapat mengetahui perkara-perkara gaib dengan wahyu tersebut.
2. Kemaksuman (Al Ishmah).
Seluruh umat sepakat bawha para rasul memiliki kemaksuman dalam menerima risalah Allah, sehingga mereka tidak lupa sedikitpun wahyu yang Allah turunkan kepada mereka dan memiliki kemaksuman dalam penyampaian wahyu tersebut kepada manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
سَنُقْرِئُكَ فَلاَتَنسَى
“Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa” (QS. Al A’laa: 6)
Dan firmanNya:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al Ma’idah: 67).
Demikian juga Allah mempertegas dengan firmanNya:
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ
“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu“ (QS. Al Haaqah:44-47)
3. Diberi pilihan ketika akan dicabut nyawanya
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّرَ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ أَخَذَتْهُ بُحَّةٌ شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّرَ
“Aku mendengar Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Tidak ada seorang nabipun yang sakit kecuali diminta memilih antara dunia dan akhirat’. Beliau pada sakit mendekati kematian beliau, mengeluarkan suara parau sekali, sehingga aku mendengarnya, beliau mengatakan : ‘ Bersama orang yang Allah berikan kenikmatan pada mereka dari kalangan para nabi, shidiqin, syuhada dan sholihin’. Lalu aku tahu beliau sedang diberi pilihan.[5]
4. Dikuburkan ditempat meninggalnya
Seorang Nabi bila meninggal dunia di suatu tempat, maka ia dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini didasari hadits Abu Bakar Radhiallahu’anhu, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُقْبَرَ نَبِيٌّ إِلَّا حَيْثُ يَمُوتُ فَأَخَّرُوا فِرَاشَهُ وَحَفَرُوا لَهُ تَحْتَ فِرَاشِهِ رَوَاهُ أَحْمَد
“Aku mendengar Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda seorang nabi tidak dikuburkan kecuali ditempat kematiannya dengan menyingkirkan pembaringannya dan dibuat lubang dibawah pembaringannya tersebut“[6]
5. Jasadnya tidak dimakan bumi
Allah memuliakan jasad para Nabi dengan membuatnya tidak hancur oleh tanah yang menguburnya walaupun telah berlalu waktu yang sangat lama. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala mengharamkan tanah menghancurkan jasad para nabi”[7]
6. Mata mereka terpejam tidur namun hatinya tetap sadar dan bangun
Demikianlah hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:
تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
“Mataku tidur namun hatiku tidak tidur“[8]
Berkata Anas bin Malik Radhiallahu’anhu ketika mengisahkan kisah Isra’ Mi’raj :
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمَةٌ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا تَنَامُ قُلُوبُهُمْ
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam matanya tidur namun hatinya tidak tidur dan demikian juga para nabi mata mereka tidur sedang hati mereka tidak tidur“[9]
7. Tetap hidup dikuburan mereka
Para Nabi dan Rasul walaupun telah meninggal dunia, namun mereka tetap hidup dikuburannya dalam keadaan shalat, sebagaimana diberitakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:
الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
“Para nabi itu tetap hidup dikuburan mereka dalam keadaan sholat“[10]
Demikianlah tugas dan kekhususan para nabi secara umum dan ringkas, mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan kita dan membawa kita kepada iman yang benar terhadap mereka.
Wallahu A’lam.
Referensi :
1. Tulisan Dr. Abdulaziz Shalih Al Thowiyan dalam pengantar tahqiq kitab Al Nubuwat karya Ibnu Taimiyah, cetakan pertama tahun 1420H, Adwaa Al Salaf, Riyaadh. KSA
2. Al Rusul wal Risalaah, karya Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar, cetakan ketiga tahun 1405, Maktabah Al Falaah, Kuwait
3. Usus Manhaj Al Salaf Fi Dakwah Ila Allah karya Fawaaz Halil Al Suhaimi. cetakan pertama tahun 1423 H, Dar Ibnu Hazm, Kairo, Mesir
4. Al Hujjah Fi Bayaan Al Mahajjah wa Syarh Aqidah Ahli Sunnah karya Abul Qasim Isma’il bin Muhammad bin Al Fadhl Al Taimi Al Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Al Rabi’ Al Madkhali, cetakan ke-2 tahun 1419 H. Dar Al Raayah, Riyadh, KSA
5. Shahih Al Jami’ Al Shaghir karya Syaikh Al Alamah Muhammad Nashiruddin Al Albani, cetakan ketiga tahun 1408 H, Al Maktab Al Islami, Baerut.
6. CD Al Kutub Al Tis’ah.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
[1] Disarikan dari tulisan DR. Abdul ‘Aziz Sholih Al Thawiyan dalam pengantar tahqiq kitab Al Nubuwat karya Ibnu Taimiyah, cetakan pertama tahun 1420H, Penerbit Adwaa Al Salaf, Riyadh. KSA hal 1/28 dan Al Rusul wal Risalaah, karya DR. Umar Sulaiman Al Asyqar, cetakan ketiga tahun 1405, Maktabah Al Falaah, Kuwait hal. 43-45 dengan tambahan dari beberapa referensi yang akan penulis isyaratkan dalam catatan kaki.
[2]. Ushul manhaj Al Salaf Fi Dakwah Ila Allah karya Fawaaz Halil Al Suahaimi. Cetakan pertama tahun 1423 H, Dar Ibnu Hazm, Kairo, Mesir hal 85.
[3] Al Hujjah Fi Bayaan Al Mahajjah wa Syarh Aqidah Ahli Sunnah, karya Abul Qasim Isma’il bin Muhammad bin Al Fadhl Al Taimi Al Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Al Rabi’ Al Madkhali, cetakan ke-2 tahun 1419 H. Dar Al Raayah, Riyadh, KSA hal 1/93.
[4] Disarikan dari Al Rusul wal Risalaah, karya Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar, op.cit hal 90-115
[5] Diriwayatkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya, di kitab Tafsier Al Qur’an, no. 4220.
[6] Hadits riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam kitab Tahdzir Al Saajid hal 10-11 dan Shahih Al Jami’ Al Shaghir no. 5201, lihat Shahih Al Jami’ Al Shaghir 2/923.
[7] Hadits riwayat Abu Daud dalam Sunan-nya, kitab Al Shalat Bab fil Istighfar no. 1308
[8] Hadits riwayat Al Bukhari dalam kitab Al Manaaqib no. 3304.
[9] Hadits riwayat Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Manaaqib, Bab An Nabi Tanamu Ainaahu Wala Yanam Qalbuhu no. 3305.
[10] Hadits shahih, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Al Shoghir no 2790 dan beliau isyaratkan hadits ini riwayat Al Bazaar, Abu Nu’aim dan Ibnu Asaakir.

Diambil dari: Google

XI IPA 2 MEZIMEDIAWAN , MEIDI MULYA , TOMMY , M.SOLEH , GILANG

Rasul adalah utusan Alloh SWT untuk menyampaikan wahyu kepada seluruh umat manusia sebagai ajaran yang dapat membawa kebahagiaan dalm kehidupan manusia selama di dunia sampai di akhirat kelak, serta terhindar dari siksaan Alloh SWT. Semua Nabi dan Rasul mempunyai tugas yang sama yaitu menyampaikan ajaran Alloh SWT, hanya berbeda cara penyampaiannya karena keadaan dan tingkat kecerdasan ummat pada saat Nabi dan Rasul itu diutus.
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti berapa jumlah Nabi dan Rasul dari mulai Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW selain tentunya Alloh SWT yang Maha Tahu. Kita bisa membayangkan kemungkinan jumlah Nabi dan Rasul tersebut dari kurun waktu itu, entah puluhan ribu sampai ratusan ribu.
Dari sekian banyak Nabi dan Rasul itu yang wajib kita percayai ada 25(Dua Puluh Lima) yang telah tersebut dalam Al-Qur’an, yaitu :
Adam AS
Idris AS
Nuh As
Hud As
Shaleh As
Ibrahim As
Luth As
Ismail As
Ishaq As
Ya’qub As
Yusuf As
Ayyub As
Syuaib As
Musa AS
Harun AS
Zulkifli AS
Daud AS
Sulaiman AS
Ilyas AS
Ilyasa’ AS
Yunus AS
Zakaria AS
Yahya AS
Isa AS
Muhammad SAW
Diantara mereka itu terdapat 5(lima) orang Nabi yang mendapat gelar “Ulul ‘Azmi”(yang tabah dan sabar luar biasa), yaitu :
Nabu Nuh AS
Nabi Ibrahim AS
Nabi Musa AS
Nabi Isa AS
Nabi Muhammad SAW
Dalam melaksanakan tugas Nabi dan Rasul harus memiliki persyaratan tertentu. Mereka selalu mengajarkan yang benar dan mengamalkan apa yang dianjurkan kepada orang lain, tidak pernah bertentangan dengan yang dikatakannya. Seluruh kehidupannya merupakan contoh kepercayaan, ketinggian, kesucian dan keluhuran budi kemanusiaan tanpa ada cacat dan kekurangan sedikitpun, oleh sebab itu mereka wajib memiliki sifat sebagai berikut :
Sidiq yaitu benar segala ucapan dan perbuatan
Amaanah yaitu dapat dipercaya, jujur dan adil
Tabligh yaitu menyampaikan perintah Alloh bagaimanapun keadaannya
Fathonah yaitu cerdas dan bijaksana

5 Perbedaan Antara Nabi dan Rasul
Para ulama menyebutkan banyak perbedaan antara nabi dan rasul, tapi di sini kami hanya akan menyebutkan sebahagian di antaranya:
1. Jenjang kerasulan lebih tinggi daripada jenjang kenabian. Karena tidak mungkin seorang itu menjadi rasul kecuali setelah menjadi nabi. Oleh karena itulah, para ulama menyatakan bahwa Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- diangkat menjadi nabi dengan 5 ayat pertama dari surah Al-‘Alaq dan diangkat menjadi rasul dengan dengan 7 ayat pertama dari surah Al-Mudatstsir. Telah berlalu keterangan bahwa setiap rasul adalah nabi, tidak sebaliknya.
Imam As-Saffariny -rahimahullah- berkata, “Rasul lebih utama daripada nabi berdasarkan ijma’, karena rasul diistimewakan dengan risalah, yang mana (jenjang) ini lebih ringgi daripada jenjang kenabian”. (Lawami’ Al-Anwar: 1/50)
Al-Hafizh Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Tafsirnya (3/47), “Tidak ada perbedaan (di kalangan ulama) bahwasanya para rasul lebih utama daripada seluruh nabi dan bahwa ulul ‘azmi merupakan yang paling utama di antara mereka (para rasul)”.
2. Rasul diutus kepada kaum yang kafir, sedangkan nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.
Allah -’Azza wa Jalla- menyatakan bahwa yang didustakan oleh manusia adalah para rasul dan bukan para nabi, di dalam firman-Nya:
ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَى كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ
“Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya”. (QS. Al-Mu`minun : 44)
Dan dalam surah Asy-Syu’ara` ayat 105, Allah menyatakan:
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”.
Allah tidak mengatakan “Kaum Nuh telah mendustakan para nabi”, karena para nabi hanya diutus kepada kaum yang sudah beriman dan membenarkan rasul sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-:
كَانَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ
“Dulu bani Isra`il diurus(dipimpin) oleh banyak nab. Setiap kali seorang nabi wafat, maka digantikan oleh nabi setelahnya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
3. Syari’at para rasul berbeda antara satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain bahwa para rasul diutus dengan membawa syari’at baru. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS. Al-Ma`idah : 48)
Allah mengabarkan tentang ‘Isa bahwa risalahnya berbeda dari risalah sebelumnya di dalam firman-Nya:
وَلِأُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ
“Dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian yang dulu diharamkan untuk kalian”. (QS. Ali ‘Imran : 50)
Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menyebutkan perkara yang dihalalkan untuk umat beliau, yang mana perkara ini telah diharamkan atas umat-umat sebelum beliau:
وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمَ وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
“Dihalalkan untukku ghonimah dan dijadikan untukku bumi sebagai mesjid (tempat sholat) dan alat bersuci (tayammum)”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir)
Adapun para nabi, mereka datang bukan dengan syari’at baru, akan tetapi hanya menjalankan syari’at rasul sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada nabi-nabi Bani Isra`il, kebanyakan mereka menjalankan syari’at Nabi Musa -’alaihis salam-.
4. Rasul pertama adalah Nuh -’alaihis salam-, sedangkan nabi yang pertama adalah Adam -’alaihis salam-.
Allah -’Azza wa Jalla- menyatakan:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang setelahnya”. (QS. An-Nisa` : 163)
Dan Nabi Adam berkata kepada manusia ketika mereka meminta syafa’at kepada beliau di padang mahsyar:
وَلَكِنِ ائْتُوْا نُوْحًا فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُوْلٍ بَعَثَهُ اللهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ
“Akan tetapi kalian datangilah Nuh, karena sesungguhnya dia adalah rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)
Jarak waktu antara Adam dan Nuh adalah 10 abad sebagaimana dalam hadits shohih yang diriwayatkah oleh Ibnu Hibban (14/69), Al-Hakim (2/262), dan Ath-Thobarony (8/140).
5. Seluruh rasul yang diutus, Allah selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya. Adapun nabi, ada di antara mereka yang berhasil dibunuh oleh kaumnya, sebagaimana yang Allah nyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 91:
فَلِمَ تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman?”.
Juga dalam firman-Nya:
وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Mereka membunuh para nabi tanpa haq”. (QS. Al-Baqarah : 61)
Allah menyebutkan dalam surah-surah yang lain bahwa yang terbunuh adalah nabi, bukan rasul.

Jumat, 21 Oktober 2011

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

( TRI RAHAYU,ANITA DWI ANGGRAENI,YUSDI TRI ADIYANTO,ABDAN ABY U )

XI.IPS 2

  1. Tugas para nabi dan rasul 

  2. perbedaan dan persamaan antara nabi muhammad dan para nabi sebelumnya

 

Tugas dan Kekhususan Para Rasul Allah

Mengenal para Rasul yang diutus kepada umat manusia merupakan perkara penting dan sangat dibutuhkan kaum muslimin, baik berkenaan dengan iman, tugas, kekhususan dan kehidupan mereka agar dapat dijadikan suri teladan bagi manusia.
Apalagi dimasa kini dan khususnya kaum muslimin yang sudah jauh dari kenabian dan ajarannya. Sehingga sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengajak saudaranya mengenal kembali permasalahan ini sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Tugas Para Rasul
Para rasul memiliki tugas yang banyak, diantaranya:
1. Tugas agung mereka mengajak manusia beribadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya
Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah merupakan dasar dan jalan dakwah para rasul seluruhnya. Hal ini dikabarkan Allah Ta’ala dalam firmanNya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu‘ “ (QS. An Nahl:36)
Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul yaitu mengajak kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan menjauhi segal sesembahan selainNya.
Hal inipun disampaikan dalam firmanNya:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : ‘Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’”. (QS. Al Anbiya: 25)
Hal ini dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah jelaskan dalam firmanNya:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Demikian juga tauhid merupakan asas fitroh manusia yang diperintahkan untuk ditegakkan dalam firmanNya:
} فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَتَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Ar Rum: 30-31)
para rasul mengajak umatnya untuk mewujudkan tauhid dalam diri-diri mereka dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk merealisikan dakwahnya tersebut. Cukuplah kisah nabi Nuh dalam surat Nuh sebagai contoh kegigihan mereka dalam mendakwahkan tauhid pada kaumnya.
2. Menyampaikan syari’at Allah kepada manusia dan menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al Ma’idah:67).
Demikian juga firmanNya:
بِالبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan” (QS. An Nahl: 44)
3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan mengabarkan mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelaku kebaikan dan memperingatkan mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan orang-orang yang durhaka, sebagaimana firman Allah:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. An Nisa: 165)
4. Memperbaiki manusia dengan teladan dan contoh yang baik dalam perkataan dan perbuatan, sebagaimana firman Allah :
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah:”Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (al-Qur’an)”. al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat (QS. Al An’am:90)
Juga ditegaskan dalam firmanNya:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS.Al Ahzab:21)
5. Menegakkan dan menerapkan syari’at Allah diantara hamba-hambaNya, firman Allah Ta’ala:
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (QS. Al Ma’idah:49)
6. Menjadi saksi sampainya penjelasan syariat kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman:
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka darimereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammmad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri” (QS. An Nahl:89)
dan firmanNya:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (QS. Al Baqarah:143)
Imam Abul Qasim Al Ashbahani menyatakan dalam muqaddimah kitab beliau: “Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan tanda-tanda kebenaran lalu menjlaskannya dan telah memunculkan manhaj agama ini lalu menerangkannya. Dialah yang telah menurunkan Al Qur’an lalu seluruh hujjah ada padanya dan mengutus Muhammad sebagai Rasul, sehingga memutus seluruh alasan (untuk berpaling). Kemudian Rasulullah telah berda’wah, bersungguh-sungguh dan berjihad serta menjelaskan jalan kebenaran kepada umat ini. Beliau juga menyampaikan syariat kepada mereka syari’at agar mereka tidak menyatakan: ‘Belum datang kepada kami pemberi kabar gembira (Basyir) dan pemberi peringatan (Nadzir)’
Demikianlah beberapa tugas penting para Nabi dan Rasul.
Kekhususan Para Nabi dan Rasul
Allah Ta’ala telah memilih diantara para hambaNya sebagai Nabi dan Rasul dengan memberikan beberapa kekhususan yang tidak dimiliki hamba-hambaNya yang lain. Diantara kekhususan para Nabi dan Rasul tersebut adalah:
1. Wahyu
Allah Ta’ala telah mengkhususkan mereka dengan wahyu, sehingga mereka menjadi perantara Allah dengan hamba-hambaNya. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa‘ “. (QS. Al Kahfi: 110)
Demikianlah, diantara Nabi dan Rasul ada yang langsung berbicara dengan Allah dan ada pula yang melalui perantara malaikat Jibril ‘Alaihissalam, sehingga mereka dapat mengetahui perkara-perkara gaib dengan wahyu tersebut.
2. Kemaksuman (Al Ishmah).
Seluruh umat sepakat bawha para rasul memiliki kemaksuman dalam menerima risalah Allah, sehingga mereka tidak lupa sedikitpun wahyu yang Allah turunkan kepada mereka dan memiliki kemaksuman dalam penyampaian wahyu tersebut kepada manusia. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
سَنُقْرِئُكَ فَلاَتَنسَى
Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa” (QS. Al A’laa: 6)
Dan firmanNya:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al Ma’idah: 67).
Demikian juga Allah mempertegas dengan firmanNya:
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu (QS. Al Haaqah:44-47)
3. Diberi pilihan ketika akan dicabut nyawanya
Hal ini ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّرَ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ أَخَذَتْهُ بُحَّةٌ شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّرَ
“Aku mendengar Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Tidak ada seorang nabipun yang sakit kecuali diminta memilih antara dunia dan akhirat’. Beliau pada sakit mendekati kematian beliau, mengeluarkan suara parau sekali, sehingga aku mendengarnya, beliau mengatakan : ‘ Bersama orang yang Allah berikan kenikmatan pada mereka dari kalangan para nabi, shidiqin, syuhada dan sholihin’. Lalu aku tahu beliau sedang diberi pilihan.
4. Dikuburkan ditempat meninggalnya
Seorang Nabi bila meninggal dunia di suatu tempat, maka ia dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini didasari hadits Abu Bakar Radhiallahu’anhu, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُقْبَرَ نَبِيٌّ إِلَّا حَيْثُ يَمُوتُ فَأَخَّرُوا فِرَاشَهُ وَحَفَرُوا لَهُ تَحْتَ فِرَاشِهِ رَوَاهُ أَحْمَد
Aku mendengar Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda seorang nabi tidak dikuburkan kecuali ditempat kematiannya dengan menyingkirkan pembaringannya dan dibuat lubang dibawah pembaringannya tersebut
5. Jasadnya tidak dimakan bumi
Allah memuliakan jasad para Nabi dengan membuatnya tidak hancur oleh tanah yang menguburnya walaupun telah berlalu waktu yang sangat lama. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala mengharamkan tanah menghancurkan jasad para nabi”
6. Mata mereka terpejam tidur namun hatinya tetap sadar dan bangun
Demikianlah hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:
تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Mataku tidur namun hatiku tidak tidur
Berkata Anas bin Malik Radhiallahu’anhu ketika mengisahkan kisah Isra’ Mi’raj :
وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمَةٌ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا تَنَامُ قُلُوبُهُمْ
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam matanya tidur namun hatinya tidak tidur dan demikian juga para nabi mata mereka tidur sedang hati mereka tidak tidur
7. Tetap hidup dikuburan mereka
Para Nabi dan Rasul walaupun telah meninggal dunia, namun mereka tetap hidup dikuburannya dalam keadaan shalat, sebagaimana diberitakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:
الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ
Para nabi itu tetap hidup dikuburan mereka dalam keadaan sholat
Demikianlah tugas dan kekhususan para nabi secara umum dan ringkas, mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan kita dan membawa kita kepada iman yang benar terhadap mereka.
Wallahu A’lam.
Didalam mengemban tugas-tugas tersebut, para Rasul mendapat tantangan dari kaumnya, karena itulah, untuk membuktikan kerasulan dan kebenaran ajaran yang dibawanya, para Rasul dilengkapi oleh Allah SWT dengan mukjizat, yaitu suatu kemampuan luar biasa yang tidak dapat ditiru oleh manusia biasa, yang terjadi semata-mata atas izin Allah SWT. Mukjizat para Rasul itu berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan kecenderungan umat masing-masing atau situasi yang menghendaki. MIsalnya mukjizat Nabi Ibrahim as tidak hangus terbakar api, Nabi Nuh as dapat membuat perahu besar yang dapat menyelamatkan semua umatnya yang beriman kepada Allah dan hewan-hewan dari bencana banjir, Nabi Musa as memiliki tongkat yang dapat berubah menjadi ular untuk mengalahkan para tukang sihir Fir’aun dan dapat membelah laut merah menjadi jalan raya, Nabi Isa as dapat menghidupkan orang yang sudah mati dengan seizin Allah SWT serta dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang sulit disembuhkan seperti penyakit kusta dan buta sejak lahir dan Nabi Muhammad SAW memiliki Al-Qur’an yang merupakan kitab suci lengkap serta terjaga kemurniannya sepanjang masa (universal).

Kejadian yang luar biasa itu bisa juga terjadi pada orang-orang yang shaleh yang sangat dekat dengan Allah SWT atau yang biasa disebut Waliyullah (wali Allah). Kejadian yang luar biasa itu jika terjadi pada para Rasul disebut Mukjizat dan jika terjadi pada para waliyullah disebut Karomah.

Baik Mukjizat maupun karomah, keduanya hanya semata-mata pemberian Allah SWT. Sama sekali tidak bisa diusahakan atau dipelajari, apalagi diajarkan. Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwa kesaktian yang dimiliki oleh orang-orang tertentu yang bisa dipertontonkan, bisa diajarkan dan bisa pula dipelajari, bukan merupakan karomah.

Secara umum setiap Nabi dan Rasul memiliki sifat-sifat yang mulia dan terpuji sesuai dengan statusnya sebagai manusia pilihan Allah SWT. Dan secara khusus setiap Rasul memiliki empat sifat yang erat kaitannya dengan tugas sebagai utusan Allah, yaitu membimbing umat menempuh jalan yang diridhoi Allah SWT. Keempat sifat tersebut sebagai berikut :

1. Shiddiq (benar), artinya selalu berkata benar, tidak pernah berdusta dan apapun yang dikatakan selalu mengandung kebenaran.

2. Amanah (dapat dipercaya), artinya seorang Rasul selalu menjaga dan menunaikan amanah yang dipikul kan kepundaknya. Perbuatannya selau sama dengan perkataannya. Dia akan selalu menjaga amanah kapan dan dimana pun, baik dilihat dan diketahui oleh orang ataupun tidak.

3. Tabligh (menyampaikan), artinya seorang Rasul akan menyampaikan apa saja yang diwahyukan oleh Allah SWT kepadanya.

4. Fathonah (cerdas), artinya seorang Rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan dan bijaksana. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling rumit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran.

Setiap Nabi dan Rasul makshum, artinya terpelihara dari segala macam kemaksiatan dan dosa, baik itu dosa kecil maupun dosa besar. Tetapi sebagai manusia biasa Nabi dan Rasul juga tidak terbebas dari sifat khilaf dan keliru. Sifat khilaf dan keliru tidaklah menghilangkan sifat kemakshuman Nabi dan Rasul, karena kekhilafan dan Kekeliruan betapapun kecilnya selalu mendapat koreksi dari Allah SWT, sehingga selain dari hal-hal yang dikoreksi itu, para Nabi dan Rasul selalu menjadi panutan dan teladan bagi umat manusia, terutama para pengikutnya.
Dalam Kamus Istilah Fiqih karangan M. Abdul Mujieb dkk., pengertian menurut istilah, nabi ialah orang yang menerima wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri tanpa berkewajiban menyampaikannya kepada orang lain. Rasul ialah orang yang menerima wahyu Allah SWT dan berkewajiban menyampaikannya kepada umatnya/umat manusia (hal. 238). Jika pengertian ini dipakai, maka seorang 'nabi' yang tidak dibebani dengan kewajiban menyampaikan wahyu, sehingga menimbulkan kesan hanya beliau saja yang bisa masuk sorga, umatnya tidak. Lalu, apa beda nabi dengan rasul yang kiranya tepat dengan pengertian dan makna di dalam Al Quran itu sendiri.

Dari fungsi kenabian dan kerasulan, tidaklah ada bedanya karena missi yang diembannya adalah sama, 'menyampaikan' wahyu dari Allah SWT pada manusia. Tapi dilihat dari para penyandang jabatan dalam melaksanakan tugasnya, maka Rasul tidak hanya dianugerahkan pada 'manusia pilihan'-Nya saja, dapat juga kepada makhluk-Nya selain manusia, malaikat dan ada juga jin, bahkan bisa juga makhluk-Nya yang lain seperti hewan. Rasul yang disandang oleh malaikat seperti termuat dalam QS. 22:75; 11:81 dan QS. 6:130). Sementara nabi, tidak ada yang diberikan kepada malaikat dan jin, hanya kepada 'manusia' saja. Selanjutnya, tidak juga tepat jika kita katakan bahwa Muhammad SAW adalah rasul dan nabi terakhir, hal ini tidak sesuai dengan QS. 33:40: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu".

Kitab Suci Al-Qur’an mengungkapkan bahwa semua Nabi-nabi adalah pengikut dari Hadhrat Rasulullah saw. sebagaimana difirmankan:

“Kemudian datang kepadamu seorang rasul yang menggenapi wahyu yang ada padamu maka haruslah kamu beriman kepadanya dan haruslah kamu membantunya”. (QS.Ali Imran:82).
Dari sana bisa disimpulkan bahwa semua Nabi-nabi menjadi pengikut dari Nabi Suci saw. (Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 300, London, 1984).

* * *
Hadhrat Rasulullah saw. menggabung semua nama-nama para Nabi dalam wujud beliau dengan pengertian bahwa beliau memiliki semua kelebihan dari masing-masing Nabi tersebut. Dengan demikian beliau itu adalah juga Musa, Isa, Adam, Ibrahim, Yusuf dan Yakub. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

“Mereka itulah orang-orang yang terhadap mereka Allah memberi petunjuk maka ikutilah petunjuk mereka”. (QS.Al-Anaam:91)
yang berarti agar Hadhrat Rasulullah saw. menggabungkan dalam diri beliau semua petunjuk yang berbeda-beda yang telah diturunkan kepada Nabi-nabi lain. Berarti semua kehormatan dari para Nabi-nabi telah menjadi satu dalam diri Nabi Suci saw. dan karena itu jugalah nama beliau sebagai Muhammad berkonotasi yang amat terpuji karena pujian luhur seperti itu hanya bisa dibayangkan jika semua keunggulan dan sifat-sifat khusus para Nabi lainnya menjadi satu dalam wujud Nabi Suci saw. Banyak ayat di dalam Kitab Al-Qur’an yang menyatakan secara tegas bahwa wujud Nabi Suci saw. karena keluhuran fitratnya adalah merupakan gabungan dari para Nabi lainnya. Setiap Nabi yang pernah ada akan bisa menemukan keterkaitan dirinya dengan beliau sehingga menubuatkan bahwa beliau akan datang atas nama dirinya. Di suatu tempat Al-Qur’an mengemuka¬kan bahwa Hadhrat Rasulullah saw. memiliki kedekatan yang sangat dengan Nabi Ibrahim a.s. (S.3 Ali Imran:69)10. Dalam salah sebuah hadith Bukhari, Hadhrat Rasulullah saw. menyatakan bahwa beliau memiliki hubungan yang dekat dengan Nabi Isa a.s. dan bahwa wujud beliau menjadi satu dengan wujud Nabi Isa tersebut. Hal ini mengkonfirmasikan nubuatan Nabi Isa a.s. yang menyatakan bahwa Nabi Suci saw. akan muncul dengan namanya dan begitu jugalah yang terjadi ketika Al-Masih kita datang untuk menyelesaikan karya dari Al-Masih Nasrani dan memberi kesaksian atas kebenaran dirinya serta membebaskannya dari fitnah yang dilontarkan oleh umat Yahudi dan Kristen dan dengan cara demikian telah memberikan ketenteraman pada ruh dari Nabi Isa a.s. (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 343, London, 1984).
* * *
Wahyu Ilahi merupakan cermin dimana sifat-sifat sempurna daripada Allah yang Maha Agung bisa dilihat, dan kemampuan melihat ini tergantung kepada kadar kebersihan daripada Nabi yang menjadi penerima wahyu. Mengingat Hadhrat Rasulullah saw. derajatnya jauh melampaui semua Nabi-nabi dalam masalah kemurnian jiwa, daya serap penalaran, kesucian, kerendahan hati, ketulusan, kepercayaan, ketaatan dan cintanya kepada Tuhan maka Allah yang Maha Luhur telah mengurapi beliau dengan wewangian khusus yang jauh lebih harum daripada para Nabi lainnya. Dada dan hati beliau yang lebih jembar, suci, polos, cemerlang dan welas asih dianggap lebih berhak menerima wahyu Ilahi yang paling sempurna, lebih kuat, lebih luhur dan lebih lengkap dibanding wahyu yang diturunkan kepada mereka sebelum atau setelah beliau. Karena itulah maka Kitab Al-Qur’an memiliki keunggulan yang demikian luar biasa sehingga kecemerlangan semua Kitab-kitab yang diwahyukan sebelum¬nya menjadi suram dibanding keperkasaan Nur dari Al-Qur’an.
Tidak ada penalaran yang mampu mengemukakan suatu kebenaran baru yang tidak terdapat di dalam Kitab Al-Qur’an dan tidak ada argumentasi yang belum direpresentasikan di dalamnya. Tidak ada kata-kata yang bisa demikian mempengaruhi hati seperti firman-firman perkasa yang menjadi berkat bagi jutaan hati manusia. Tidak diragukan lagi bahwa Kitab ini merupakan cermin jernih yang merefleksikan sifat-sifat sempurna Ilahiah dimana semuanya bisa ditemukan apabila diinginkan seorang pencari kebenaran untuk mencapai tingkat pemahaman tertinggi. (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 71-72, London, 1984).
* * *
Karena Hadhrat Rasulullah saw. adalah sebaik-baiknya Nabi dan memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding semua Rasul dan karena Allah SWT. juga mentakdirkan beliau sebagai penghulu dari semua Nabi maka sepantasnya pula jika beliau dinyatakan kepada dunia sebagai manusia yang lebih baik dan lebih luhur dari semuanya. Karena itu maka Allah yang Maha Agung meluaskan penyebaran berkat-Nya kepada seluruh umat manusia agar segala usaha dan upaya beliau dapat dimanifestasikan secara umum dan tidak terbatas pada satu bangsa tertentu sebagaimana halnya dengan ajaran Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. Dengan demikian karena aniaya yang ditimpakan kepada beliau dari segala jurusan dan oleh berbagai jenis bangsa maka sewajarnya beliau berhak atas ganjaran akbar yang tidak akan diberikan kepada Nabi-nabi lainnya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 653-654, London, 1984).
* * *
Adalah menjadi keyakinanku bahwa misalnya, dengan mengesampingkan Nabi Suci saw., jika semua Nabi-nabi yang mendahului beliau itu digabungkan untuk melaksanakan tugas-tugas mereka serta melancarkan reformasi yang dibawa oleh Nabi Suci saw. maka mereka semua itu tidak akan ada yang mampu. Mereka tidak ada memiliki tekad dan kekuatan sebagaimana yang telah dikaruniakan kepada Hadhrat Rasulullah saw. Kalau ada seseorang yang menyatakan bahwa apa yang aku kemukakan ini sebagai penghinaan kepada Nabi-nabi lain maka sama saja dengan orang itu telah mengutarakan fitnah terhadap diriku. Adalah bagian dari keimananku untuk menghormati dan menghargai Nabi-nabi tersebut, hanya saja Hadhrat Rasulullah saw. berada di atas semuanya. Nabi-nabi yang lain merupakan bagian dari keimananku juga dan keseluruhan diriku diresapi oleh keimanan demikian. Adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan diriku untuk meniadakannya. Biarlah para lawanku yang buta mengatakan apa yang mereka mau, yang jelas Nabi Suci kita telah melaksanakan tugas yang jika pun dikerjakan secara bersamaan atau pun sendiri-sendiri oleh para Nabi lain, tetap saja mereka tidak akan mampu melaksanakannya. Hal ini merupakan rahmat Allah SWT. yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. (Malfuzat, vol. II, hal. 174).
* * *
Kitab suci umat Yahudi jelas menyatakan bahwa seorang juru selamat seperti Musa a.s. akan dikirimkan kepada mereka. Berarti bahwa juru selamat ini akan muncul ketika umat Yahudi sedang mengalami keadaan penderitaan dan penghinaan mirip dengan keadaan pada masa Firaun dahulu. Mereka akan diselamatkan dari siksaan dan penghinaan jika mereka mau beriman kepadanya. Tidak diragukan lagi bahwa sosok yang ditunggu-tunggu umat Yahudi selama berabad-abad tersebut serta yang telah dinubuatkan oleh Kitab Taurat adalah junjungan dan penghulu kita Hadhrat Muhammad saw. Ketika beberapa suku Yahudi beriman kepada beliau, lalu muncullah di antara mereka beberapa raja-raja agung11. Hal ini menjadi bukti bahwa Allah yang Maha Kuasa telah mengampuni dosa-dosa mereka karena mereka menerima Islam dan mengasihi mereka sebagaimana dijanjikan dalam Taurat. (Ayyamus Sulh, Qadian, Ziaul Islam Press, 1899; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 14, hal. 302-303, London, 1984).
* * *
Keagungan yang dikaruniakan kepada Nabi Isa a.s. adalah karena beliau mengikuti Hadhrat Muhammad saw. karena Nabi Isa telah diberitahukan mengenai Nabi Suci ini dan beliau beriman kepadanya dan dengan demikian mencapai keselamatan berkat keimanannya tersebut. (Al-Hakam, 30 Juni 1901, hal. 3).
* * *
Sekarang akan kita bandingkan Nabi Isa a.s. dengan Nabi Suci saw. berkaitan dengan perlakuan para pemerintahan atau raja-raja pada masa itu terhadap mereka dan bagaimana manifestasi dari harkat keagungan dan bantuan Ilahi kepada mereka masing-masing. Dari hasil telaah akan kita temui bahwa berbeda dengan Hadhrat Rasulullah saw. ternyata Nabi Isa a.s. selain tidak ada menunjukkan sifat-sifat ketuhanannya bahkan beliau ini gagal memperlihat¬kan tanda-tanda sebagai seorang Nabi.
Ketika Hadhrat Rasulullah saw. mengirimkan pesan kepada para penguasa atau raja-raja di masa itu, Kaisar Roma ketika menerima pesan beliau menarik nafas panjang mengeluhkan bahwa ia terperangkap di antara umat Kristiani dan kalau saja ia orang merdeka maka ia akan berbangga hati untuk bisa menghadap Hadhrat Rasulullah saw. dan membasuh kaki beliau sebagaimana laiknya seorang hamba sahaya.

Namun raja yang berhati kejam yaitu Khosroe dari Iran merasa terhina dan mengirimkan dua orang prajurit untuk menangkap Hadhrat Rasulullah saw. Mereka tiba di Medinah menjelang senja dan memberitahu¬kan kepada Hadhrat Rasulullah saw. bahwa mereka dikirim untuk menangkap beliau. Beliau mengabaikan apa yang mereka kemukakan dan mengajak mereka untuk masuk Islam. Saat itu beliau sedang berada di dalam mesjid ditemani oleh tiga atau empat orang sahabat namun nyatanya utusan raja itu bergetar tubuhnya karena pesona beliau. Pada akhirnya mereka bertanya, jawaban apakah yang harus mereka bawa kepada raja mereka berkaitan dengan tugas penangkapan beliau itu. Hadhrat Rasulullah saw. meminta mereka untuk menunggu sampai besok hari. Keesokan harinya ketika mereka menghadap, beliau berkata kepada mereka:
“Ia yang kalian sebut sebagai raja dan tuhan adalah bukan tuhan sama sekali. Tuhan adalah wujud yang tidak akan pernah mengalami kerusakan atau kematian. Tuhan kalian telah terbunuh tadi malam. Tuhan-ku yang sesungguhnya telah mendorong Sherweh melawan dirinya dan tadi malam ia telah dibunuh oleh tangan putranya sendiri. Inilah jawabanku.”.
Kejadian ini merupakan mukjizat akbar dimana sebagai kesaksiannya maka beribu-ribu bangsa negeri itu lalu beriman kepada Hadhrat Rasulullah saw. karena merupakan suatu kenyataan bahwa Khusro Pervez sang Khosroe Iran telah terbunuh malam itu. Hal ini bukanlah suatu pernyataan samar-samar sebagaimana yang diajukan oleh Kitab Injil mengenai kemenangan Nabi Isa a.s. namun didukung oleh fakta sejarah. Mr. Davenport juga ada mengemukakan hal ini dalam bukunya.

Berbanding terbalik dengan hal di atas, bagaimana kurang ajarnya perlakuan penguasa di masa Nabi Isa a.s. terhadap beliau sudah sama diketahui. Barangkali Kitab Injil masih ada mengungkapkan bagaimana Herodes12 telah mengirimkan Nabi Isa a.s. kepada Pontius Pilatus sebagai seorang tertuduh. Yesus ditahan beberapa waktu dalam penjara namun sifat ketuhanannya ternyata tidak ada muncul. Tidak ada satu pun raja datang menawarkan dengan berbangga hati bersedia melayani dan membasuh kaki beliau. Pilatus kemudian menyerahkan nasib Yesus kepada umat Yahudi.
Apakah ini merupakan tanda ketuhanannya? Betapa berbedanya keadaan di antara kedua sosok manusia yang menghadapi keadaan yang sama tetapi dengan akhir yang jauh berbeda. Di satu sisi seorang raja yang angkuh telah digoda Syaitan untuk menangkap seorang yang mengaku sebagai Nabi namun dirinya kemudian ditimpa kutukan Ilahi dan mati terbunuh secara hina di tangan putranya sendiri. Pada sisi lain seseorang yang diangkat oleh para pengikutnya naik ke surga malah nyatanya mengalami penangkapan, penahanan dan diusung sebagai seorang pesakitan dari satu kota ke kota lain.